Karena rasanya yang terkadang pahit atau tidak enak, banyak anak yang
menolak mengonsumsi sayuran, terlepas dari tingginya nutrisi yang
dikandung bahan makanan yang rata-rata berwarna hijau ini. Tapi sebuah
studi baru dari Australia menekankan bahwa kunci untuk mengatasinya
terletak pada pengolahan sayur itu sendiri.
Menurut peneliti,
anak-anak akan lebih doyan mengonsumsi sayur jika bahan makanan tersebut
dimasak dalam durasi waktu yang sedang-sedang saja, tak terlalu cepat
atau terlalu lambat.
Kesimpulan ini diperoleh setelah peneliti
menanyai 82 anak laki-laki dan perempuan berusia 5 dan 6 tahun. Sebagian
besar responden mengaku lebih menyukai brokoli dan kembang kol jika
dimasak dengan durasi sedang (6-8 menit) ketimbang dimasak dengan durasi
lebih pendek (2-3 menit) atau lebih panjang (10-14 menit).
Bahkan kondisi ini tetap berlaku meski mayoritas responden dilaporkan tidak suka atau tidak banyak mengonsumsi sayuran.
Anak-anak
juga lebih memilih brokoli yang dikukus daripada direbus, namun
rata-rata responden mengaku tak punya metode favorit untuk pengolahan
kembang kol. Lagipula brokoli yang dikukus dalam waktu lebih lama
rasanya jadi lebih pahit sehingga wajar jika anak-anak tidak
menyukainya. Sebaliknya, kembang kol takkan terasa terlalu pahit meski
dimasak terlalu lama.
"Jadi tingkat preferensi anak terhadap
sayuran secara keseluruhan cenderung dipengaruhi oleh rasa dan tekstur.
Karena berdasarkan studi ini, anak-anak tampaknya lebih memilih sayuran
yang teksturnya medium dan tekstur semacam ini hanya dapat diperoleh
dengan waktu pengolahan yang sedang-sedang saja," tandas peneliti
seperti dilansir dari myhealthnewsdaily, Sabtu (16/2/2013).
Selain
itu, metode pengukusan juga terbukti dapat mempertahankan lebih banyak
nutrisi yang terkandung di dalam sayuran dibandingkan jika sayuran itu
direbus. Untuk itu, karena anak-anak juga lebih menyukai rasa sayuran
yang dikukus, peneliti menyarankan agar para orangtua lebih memilih
mengukus sayuran ketimbang merebusnya agar anak-anaknya doyan makan
sayur.
Studi ini diselenggarakan oleh tim peneliti dari
Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation dan akan
dipublikasikan dalam jurnal Food Quality and Preference.
Sabtu, 16 Februari 2013
00.41
deni ramdani
No comments
Related Posts:
Ini yang Harus Diperhatikan Saat Menggunakan Tisu Toilet Beberapa waktu lalu beredar kabar bahwa sembarangan menggunakan tisu untuk mengelap alat kelamin setelah buang air (cebok) bisa memicu kanker ovarium. Kabar ini memang sekadar kabar burung. Meski begitu saat menggunakan tis… Read More
Perempuan Gemuk Lebih Berisiko Rematik Para ahli kesehatan berulangkali mengingatkan bahaya kegemukan terhadap berbagai risiko penyakit, seperti jantung dan kanker. Bahkan studi terbaru menyatakan bahwa wanita yang kelebihan berat badan memiliki risiko yang leb… Read More
Rokok Menthol Tingkatkan Risiko Stroke 2 Kali Lipat Ketimbang yang Biasa Rokok sudah diketahui dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan. Walau demikian, masih banyak orang yang mau ambil risiko untuk menghisapnya, Bahkan inovasinya mulai beragam, salah satunya adalah rokok menthol. Padahal … Read More
Pertolongan Pertama pada Luka Bakar Parah Peristiwa bencana kebakaran atau ledakan berisiko menyebabkan terjadinya luka bakar yang parah dan fatal. Sebelum membawa korban ke rumah sakit, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meminimalisir kerusakan tubuh yang… Read More
Merokok Saat Mabuk Justru Perburuk Keadaan Merokok dan alkohol bisa jadi 2 hal yang sering kali dikonsumsi bersama-sama. Tapi mulai kini sebaiknya jangan disatukan, karena merokok saat mabuk bisa memperburuk keadaan.Berdasar studi terbaru yang dipublikasikan dalam J… Read More
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
trimakasih anda sudah mengunjungi blogg saya.. kunjungi balik setiap saat ya gan :)